Pesta Demokrasi Jangan Sampai Menambah Beban Berat Bagi Rakyat

bekapjabar.com Banten – Kecerdasan spiritual itu membimbing kecerdasan intelektual. Kecerdasan intelektual itu, mengkoreksi pilihan sikap spiritual agar dapat bersikap logik dan dapat singkong dengan akal sehat.

Bimbingan yang harus dilakukan spiritual terhadap pilihan sikap intelektual supaya tidak pongah, tidak jumawa dan tidak sesat melakukan kalkulasi yang selalu mengedepankan materi. Karena nilai immaterial lebih mulia keberadaannya dibanding material. Sehingga sikap pilihan tidak terjerumus dalam dalam sikap dan sifat yang materialistik.

Kepongahan Intelektual sudah berulang kali dapat dibuktikan tergelincir pada materialisme, kapitalistik yang abai terhadap nilai-nilai spiritual yang selalu mengacu kepada suara darii langit. Itulah sebabnya korup, inkonsistensi, khianat dan munafik hingga hipokrit begitu gampang dilakukan oleh mereka yang cuma mengandalkan basis intelektual — kecerdasan akal — yang tidak disertai oleh budi pekerti, etika dan moral yang bersemayam dalam hati nurani.

Nilai-nilai mulia kemanusiaan menjadi runtuh akibat mengedepankan akal tanpa hati nurani. Perang di Palestina itu merupakan contoh nyata dari hilangnya rasa kemanusiaan untuk menggenggam kekuasaan atas hak dan kemerdekaan orang lain, demi dan untuk kemerdekaan diri sendiri.

Hasrat ingin menang dalam Pemilu — Pilpres, Pileg atau Pilkada — dengan cara menghalalkan segala cara lantaran tidak adanya etika, moral dan akhlak mulia yang terjaga oleh laku spiritual yang mampu dipelihara dengan baik sebagai kodrat dari manusia sebagai makhluk paling mulia ciptaan Tuhan. Jadi, hilangnya nilai-nilai dasar kemuliaan manusia — sehingga tega melakukan kezaliman terhadap manusia yang lain akibat langsung dari keringnya energi spiritual yang dapat harus menuntun cara hidup bermasyarakat untuk saling menjaga kemuliaan manusia di muka bumi.

Bohong, dusta, menipu, khianat dan bersikap kejam dan keji kepada manusia yang lain, jelas karena terdegradasinya nilai kemanusiaan yang suci dan luhur itu, sehingga lebih suka mengedepankan kepentingan dirinya tanpa mengindahkan kepentingan maupun hak-hak orang lain.

Egosentrisitas serupa ini menjadi pangkal muasal munculnya sikap rakus, tamak dan kemaruk bahkan hilangnya rasa malu seperti mereka yang gemar berjanji palsu. Sebab utamanya bukan cuma vibrasi spiritualnya telah mati, tetapi juga rusaknya mekanisme kerja rasa malu (etika), moral (tiada percaya akan dosa dan azab dari Tuhan) hingga akhlak pun meranggas tak memberikan buah apa-apa, karena terlibas oleh hawa nafsu yang serakah, rakus termasuk hasrat untuk berkuasa tanpa pernah memahaminya sebagai amanah yang harus dan patut mendapat legitimasi dari rakyat banyak.

Indikasi kecurangan di dalam Pelaksanaan Pemilu 2024, sudah terlalu banyak terjadi dan dilakukan secara terang-terangan dengan merekayasa tata aturan atau perundang-undangan yang terkait langsung atau tidak langsung dengan Pemilu 2024. Mulai dari upaya memobilisasi masa lewat instansi formal dan informal hingga penggunaan dana kampanye yang gelap sampai pemasangan baliho yang janggal dan norak sampai kekacauan kartu suara yang boco pendistribusiannya, sungguh sangat mencemaskan Pemilu dapat terlaksana dengan jujur, adil dan beretika mulia untuk menghasilkan sosok pemimpin yang baik dan benar untuk menunaikan amanah rakyat.

Karena itu, harapan dan do’a untuk pesta demokrasi atas nama rakyat ini, tetap dapat menghasilkan yang terbaik bagi rakyat, bukan bencana atau malapetaka yang akan menambah dera dan derita maupun beban bagi rakyat.

(Teim)

Exit mobile version