Rukun Shalat Jum’at penting diketahui agar ibadah yang dilakukan sah dan tidak melanggar syariat.
Hukum Shalat Jum’at adalah fardhu ‘ain atau ibadah wajib bagi Muslim khususnya laki-laki yang memenuhi syarat yakni sudah balig dan berakal, serta tidak sedang dalam bepergian atau musafir.
Kewajiban sholat Jum’at ini termaktub dalam Alquran. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu untuk mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (QS. Al Jumuah: 9).
Direktur Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat dalam bukunya Hukum-Hukum terkait Shalat Jum’at menjelaskan, Shalat Jum’at disyariatkan di dalam Al-Quran, As-sunnah an-Nabawiyah dan juga atas dasar ijma’ seluruh umat Islam.
Para ulama telah berijma’ bahwa siapa yang mengingkari kewajiban shalat jum’at, maka dia kafir karena mengingkari Al-Quran dan As-Sunnah.
Sebelum menjalankan shalat Jum’at perlu diketahui rukun-rukunnya. Berikut rukun shalat Jum’at:
1. Khutbah
Shalat Jum’at harus ada khutbah yang terdiri setidaknya dari dua khutbah dengan jeda duduk di antara keduanya.
2. Berjamaah
Shalat Jum’at harus dilakukan berjamaah. Kalangan ulama fiqih berbeda pendapat mengenai jumlah minimal jamaah shalat Jum’at.
Kalangan ulama Hanafiyah berpendapat Al-Hanafiyah jumlah minimal untuk sahnya shalat jum’at adalah tiga orang selain imam.
Al-Malikiyah menyaratkan bahwa sebuah shalat Jum’at itu baru sah bila dilakukan oleh minimal 12 orang untuk shalat dan khutbah.
Sedangkan kalangan ulama Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah menyaratkan bahwa sebuah shalat jum’at itu tidak sah kecuali dihadiri oleh minimal 40 orang yang ikut shalat dan khutbah dari awal sampai akhir.
Dasarnya adalah hadits Nabi SAW:
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW shalat Jum’at di Madinah dengan jumlah peserta 40 orang atau lebih. (HR. Ad Daruquthuny).
3. Tidak Ada Jamaah Ganda
Di dalam mazhab As-Syafi’i memang ada ketentuan bahwa tidak boleh ada 2 shalat Jum’at di satu tempat yang sama atau berdekatan. Dalam beberapa literaturfiqih mazhab ini, memang ada ketentuan demikian.
Namun perlu diperhatikan bahwa ketentuan ini tetap ada pengecualiannya. Pengecualiannya adalah bila di satu masjid sudah penuh dan tidak lagi menampung jamaah, maka dibolehkan dibuat lagi jamaah shalat Jum’at di dekatnya.
Dengan demikian, adanya dua masjid yang berdekatan yang keduanya sama-sama menyelenggarakan shalat Jumat sangat dimungkinkan, selama masjid-masjid itu tidak mampu lagi menampung jamaah.
Maka tindakan seorang jamaah yang shalat Zhuhur setelah shalat Jum’at dengan alasan berjaga-jaga kalau-kalau shalat Jum’at itu tidak syah adalah sikap yang mengada-ada serta berlebihan dalam agama.
4. Masuk Waktu
Rukun shalat Jum’at berikutnya adalah masuknya waktu Jum’at. Bila waktu sudah masuk, maka shalat Jum’at hukumnya wajib dan sah untuk dikerjakan.
Jumhur ulama yaitu mazhab Al-Hanafiyah, Al Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah menyebutkan bahwa syarat wajib dan syarat sah shalat Jum’at hanya berlaku manakala waktu shalat Dzhuhur sudah masuk hingga habisnya waktu shalat Dzhuhur, yaitu dengan masuknya waktu shalat Ashar.
5. Tempat
Para ulama sepakat menetapkan bahwa adanya tempat tertentu untuk dilaksanakannya Shalat Jum’at, menjadi syarat sah sekaligus menjadi syarat wajib. Artinya, bila kriteria tempat itu tidak memenuhi syarat sah dan syarat wajib, maka selain tidak sah dikerjakan, shalat Jum’at juga menjadi tidak wajib.
Wallahu A’lam
Sumber : iNEWS.id