:Reformasi Polri Dengan Strategi Presisi Yang Menemukan Momentumnya

AMS

bekapjabar .com Kabupaten Bekasi – “Permintaan Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo agar Polwan (Polisi Wanita) Indonesia kembali meraih kepercayaan publik terhadap institusi Polri, jelas cukup mengisyaratkan keinginan dan kesediaan Kapolri untuk melakukan reformasi di tubuh Polri. Kecuali itu, kesadaran untuk mengakui tingkat kepercayaan publik terhadap Polri telah merosot akibat ulah sejumlah oknum Polri yang perlu segera dibenahi atau diganti.

Strategi humanis yang disarankan Kapolri pun jadi dasar kesadaran bahwa teknik dan cara dalam teknik penanganan masalah bagi kemanusiaan yang seharusnya diterapkan dalam melaksanakan fungsi dan tugas Kepolisian yang sangat mulia itu tidak menjadi pakem pegangan bagi anggota Polri yang acap terkesan arogan, galak tidak ramah pada rakyat dalam menjalankan tugasnya di lapangan.

Belum lagi tingkah polah Polisi yang cenderung mencari-cari kesalahan rakyat. Seperti sengaja menunggu mereka yang manggar, untuk kemudian terus ditangkap atau bahkan meminta untuk disuap agar bisa terbebas dari sanksi hukum. Akibatnya, rakyat pun menjadi paham dengan istilah slengek KUHP (Kasih Uang Habis Perkara). Maka itu untuk mereformasi Polri harus tuntas hingga masalah yang sering dialami warga masyarakat agat tidak sampai memandang rendah institusi Polri itu sendiri.

Pengalaman saat menggelandang di Eropa, misalnya penulis sangat terkesan dengan semangat Polisi di berbagai daerah negeri dingin itu. Mereka jalas mengutamakan pencegahan dan pengayoman serta pelayanan yang dapat langsung dirasakan tidak hanya oleh warga masrakat setempat, tetapi juga bagi warga pendatang dari kampung seperti saya.

Saat berkeliling di Pusat Kota Belgia, misalnya hingga menjelang larut malam, saya bisa dilihat oleh Polisi yang keliling Patroli. Rasa cema saya yang menanti bus kota terakhir malam itu, ingin kembali ke posko panitia penyelenggara Workshop dari organisasi buruh se dunia di Ter Nood. Seorang Polisi turun dari kendaraan patrolinya untuk menghampiri dengan sapaan yang ramah. Dalam dialog singkat itu dia bertanya apa kesulitan yang tengah saya alami sambil menawarkan sebatang rokok.

Sambil berseloroh
dia mengatakan itu rokok untuk menghangatkan tubuh saya yang sudah mulai menggigit dingin. Pendek kata, setelah penulis bercerita tentang masalah hingga ikhwal dari keberadaan saya di negeri yang dingin itu, dia pun menawarkan tumpangan jika sekiranya nanti bus kota yang saya harap masih ada itu tidak lagi ada.

Maklumlah, waktu nyaris menuju tengah malam di kita sedingin itu. Tawaran rokok yang disodorkan untuk saya itu, katanya agar saya bisa lebih santai dan kuat menahan dingin nenjelang tengah malam yang mulai merayap ke titik minus.

Dalam penantian untuk mendapat kendaraan balik ke wisma yang disediakan panitia pelaksana acara, Polisi Belgia itu bersedia untuk menghantar, jika bus terakhir yang harus saya tumpang itu susah habis.

Dalam suasana yang cukup sepi itu, bisa saja dia meminta sesuatu atau sekedar imbalan dengan kesediaan melayani serta mau menghantar saya dengan kendaraan potrolinya. Jadi sungguh sangat mengharukan, apalagi seketika itu pula saya teringat dalam pengalaman pelayan Polisi di kampung saya yang sangat jauh seperti bumi dengan langit.

Dari pengalaman ini, saya sempat mencoba kontak pihak Kedutaan atas rekomendasi aktivis senior saat mau berangkat dari Jajarta ke negeri para penjajah itu. Mas Mustajab Latief menyarankan agar saya mau kontak Mas Nur Rachman dari Kadubes RI di Belgia (1996), jika sekiranya orang kampung seperti saya ini nanti mengalami kesulitan yang tak bisa diatasi sendiri.

Ternyata, pelayan pihak Kedutaan Indonesia di negeri orang itu, ada penyesuaian budaya yang cukup tinggi dalam memberi pelayan. Bahkan, keesokan harinya ada staf dari Keduataan yang mau berkunjung, sekedar ingin sulaturrachmi dan mendapat informasi dari penulis, karena mereka percaya bila data dan fakta yang saya katakan pasti lebih akurat. Minimal sebagai aktivis dari satu organisasi yang lumayan terkenal ketika itu di Eropa.

Artinya, kesadaran terhadap citra — tidak kecuali bagi institusi Polri — lebih didasarkan pada sikap dan perbuatan yang langsung dapat dirasakan oleh orang lain. Maka itu, reformasi Polri dalam konsep presisi yang sudah digaungkan oleh Jendral Listyo Sigit Prabowo — yang menjadi semacam mahar ketika hendak memegang tampuk kepemimpinan di anstitusi Kepolisian Republik Indonesia sampai hari ini– sudah menemukan momentumnya yang tepat. “Drama Dari Duren Tiga” itu sungguh bisa diunduh dengan rasa sedih dan kekecewaan yang sangat mendalam bagi segenap warga bangsa
Indonesia yang harus dan patut diobati. Terapi hikmahnya bisa dipetik untuk jadi pelajaran serta upaya perbaikian agar lebih baik.

Cara melakukan reformasi Polri itu yang utama ialah membersihkan habis di semua kebobrokan di tubuh Polri (untuk ini sebaiknya ada diskusi khusus) — dari hulu hingga hilir tanpa kecuali. Sehingga rasa kecewa rakyat bisa segera pulih dan sembuh dari trauma buruk yang sangat memilukan sekaligus memalukan itu. Sebab “Drama Dari Duren Tiga” itu tidak hanya pembunuhan, tapi juga melihat pengharapan keluarga Nofriyansyah Josua Hutabarat. Bahkan segenap warga bangsa Indonesia, juga sungguh terpukul dan sock berat. Bagaimana mungkin suatu institusi yang sangat diharap menjadi contoh dan tauladan dalam upaya menciptakan keamanan, kenyamanan dan pengayoman serta pelayanan justru berperilaku buruk seperti dalam “Drama Dari Duren Tiga” itu.

Ibarat kejatuhan duren runtuh, Listyo Sigit Prabowo yang sudah moncer kariernya sejak awal lulus Akademi Kepolisian 1991, toh hanya dalam masa tugas 30 tahun, sudah mencapai puncak karier tertingginya di Polri. Reputasi gemilang ini tentu patut dibanggakan, karena tidak ditempuh lewat jalan pintas. Satu persatu, tahapan itu dicapai Listyo Sigit Prabowo dengan serius dan tekun. Mulai dari bertugas di Kapolres Tangerang, saat masih berpangkat Letnan Dua, lalu Polsek Duren Sawit, Kapolres Pati Jawa Tengah, Wakapoltabes Semarang, Kapolresra Solo, Direktur Reskrimum Polda Sulawesi Tenggara, lalu Kasubdit II Dittipidum Bareskrim Polri, dan Ajudan Presiden pada tahun 2012 hingga resmi dilantik menjadi Kapokri pada 27 Januari 2021 oleh Presiden Joko Widodo.

Sebagai Kapolri, Hendral Listyo Sigit Prabowo terbilang paling muda sepanjang sejarah Indonesia. Kecuali itu, lelaki kelahiran Menado 5 Mei 1969 ini pun tercatat sebagai Jendral Polisi berbintang empat termuda sepanjang sejarah di Indonesia.

Sebagai ayah dari tiga anak yang sukses dari buah cintanya bersama Juliati Sapta Dewi Magdalena, sosok Listyo Sigit Prabowo sangat mumpuni dan mampu melakukan reformasi total di tubuh Polri, hingga tak hanya bisa memulihkan citra institusi Polri, tapi juga dapat dipercaya warga bangsa Indonesia yang sangat damba pada keberadaan Polisi yang bersih, jujur dan ikhlas bekerja untuk bangsa dan negara nisa dilakukannya.

Pendek cerita, tidak lagi ada sikap kemaruk, culas dan arogan ingin memperkaya diri sendiri dan menindas rakyat.

Untuk mereformasi Polri, rakyat pasti siap berada di belakang Kapolri untuk melakukan pembenahan yang mendasar hingga institusi Polri mampu menjaga keamanan, ketenangan dan kenyamanan yang melindungi dan melayani warga masyarakat, tanpa kecuali. Minimal, dalam satu bulan terakhir ini, Juli hingga September 2022, suasana pemberitaan tentang aktivitas dan kegiatan ekstra dari instansi Kepolisian, mulai dari Pusat hingga daerah sungguh marak dan meriah melakukan bakti sosial maupun memberi bantuan sosial kepada masyarakat. Sementara aktivitas ke dalam banyak usaha mulai tampak melakukan pembenahan secara institusi maupun personal yang ada.

Semua perbaikan dan pembenagan besar itu akan menjadi sejarah bukan hanya bagi Kepolisian Negara Republik Indonesia, tetapi juga torehan indah bagi sejarah yang kelak akan jadi alasan setiap warga untuk mengingat kerja keras serta jasa baik Listyo Sigit Prabowo ketika menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu.

Tentu saja cara dan hasil dari penyelesaian kasus “Drama Dari Duren Tiga” itu akan menjadi bagian penakar sukses atau tidaknya reformasi ditubuh Polri. Dan rakyat menunggu sambil terus mengikuti agar jangan sampai masih ada hal-hal yang tersisa atau ditutup-tutupi untuk terus disembunyikan. Karena dusta memang tidak akan pernah baik bila masih adanya diantara kita. (Redaksi bekapjabar.com)