Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) Menilai Terdapat Muatan RUU Kesehatan Yang Berpotensi Melemahkan Tenaga Kesehatan

AMS

Depok, bekapjabar.com – Pandemi Covid 19 dan perkembangan geopolitik saat ini menunjukkan bahwa perspektif atas kesehatan mengalami pergeseran. Kesehatan berpengaruh pada masalah ekonomi, hukum, politik, bahkan sosial dan budaya. Kesehatan, tepatnya bukan hanya sekedar rakyat sehat atau tidak. Kesehatan adalah soal kedaulatan, pertahanan dan keselamatan negara.Minggu (07/05/2023)

RUU Kesehatan saat ini kembali dilanjutkan pembahasannya oleh Pemerintah dan DPR RI. Dua tema besar yang menjadi perhatian Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI):

  1. Pengaturan Tenaga Kesehatan di RUU Kesehatan
    Penyusunan RUU Kesehatan menggunakan metode omnibuslaw. Bab XX Ketentuan Penutup menyatakan:
    “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
  2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
  3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
  4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
  5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
  6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa
  7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
  8. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
  9. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan
  10. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan
    dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.”

Undang-Undang (UU) yang mengatur tenaga kesehatan, yaitu: UU Tenaga Kesehatan (99 Pasal), UU Praktik Kedokteran (88 Pasal), UU Kebidanan (80 Pasal), dan UU Keperawatan (66 Pasal). Keseluruhan pasal dari keempat UU tersebut artinya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku pula.

Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) menilai terdapat muatan RUU Kesehatan yang berpotensi dapat melemahkan tenaga kesehatan.

  1. Pengaturan Jaminan Sosial
    Bab XIII Pendanaan Kesehatan, Pasal 425

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256) diubah sebagai berikut:

Angka 1 menyatakan Ketentuan ayat (2) Pasal 7 diubah sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:
BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden melalui:
a. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan untuk BPJS Kesehatan; dan
b. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan untuk BPJS Ketenagakerjaan.

Implikasi
1.Indikasi Wewenang Presiden Dipangkas
Sesuai UU BPJS, BPJS Ketenagakerjaan sebagai pengelola iuran pekerja dan pemberi kerja harus berada di bawah Presiden. BPJS Kesehatan sebagai pengelola iuran pekerja, pemberi kerja dan Penerima Bantuan Iuran harus berada di bawah Presiden.

Dalam RUU Kesehatan, ketika BPJS bertanggung jawab pada Menteri, maka artinya tidak lagi langsung kepada Presiden. Pertanggungjawaban tersebut meliputi program dan pengelolaan keuangan.

  1. Potensi Dana Amanah Bermasalah
    Dana amanah jaminan sosial dan aset netto (pencatatan pembukuan akhir tahun 2022):
    BPJS Kesehatan: 200 T.
    BPJS Ketenagakerjaan: 645 T.

Rekomendasi KRPI

  1. Mendukung dan berjuang bersama tenaga kesehatan seluruh Indonesia untuk mengawal pembahasan RUU Kesehatan.
  2. Mendukung dan berjuang bersama pekerja Indonesia agar jaminan sosial tetap diatur sesuai UU SJSN dan UU BPJS.
  3. Untuk memenuhi prinsip meaningful participation, mendukung Pemerintah dan DPR RI (Panja Komisi IX) membuka ruang diskusi dan ruang partisipasi masyarakat seluas-luasnya. (Team)