bekapjabar.com JAKARTA SELATAN || Setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur. Jaminan Sosial adalah suatu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia. Atas dasar pertimbangan tersebut di atas, perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Dasar hukum undang-undang ini adalah Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang ini antara lain mengatur mengenai penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun, jaminan hari tua, dan jaminan kematian bagi seluruh penduduk melalui iuran wajib pekerja. Program-program jaminan sosial tersebut diselenggarakan oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam Undang-Undang ini adalah transformasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang sekarang telah berjalan.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial Bidang Kesehatan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan Kesehatan dengan Prinsip Managed Care, yaitu pengintegrasian konsep Pelayanan Kesehatan (healthcare delivery) dan konsep Pembiayaan Kesehatan (financing of healthcare) menjadi satu sistem untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu dengan biaya optimal.
Sistem pelayanan kesehatan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional Elemen Managed Care antara lain meliputi seleksi provider (Quality Assurance), Pelayanan komprehensif (penekanan pada promotive dan preventif), Referral System (gate keeper concept), Prospective Payment System, selected drug, Utilitation Review. Berdasar UU Nomor 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Perpres 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan menerangkan bahwa manfaat jaminan kesehatan perseorangan mencakup pelayanan promotive, preventif, kuratif dan rehabilitatatif.
Dalam hal ini BPJS Kesehatan sesuai dengan UU nomor 24 tahun 2011 bertugas untuk melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta, memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja, menerima bantuan iuran dari pemerintah, mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta, mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial, membayarkan manfaat dan atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial, dan memberikan informasi mengenai penyelenggaraan jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat luas.
Kemitraan BPJS Kesehatan dengan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai indikasi medis dan kompetensi fasilitas kesehatan dimulai dari FKTP, kecuali dalam kondisi gawat darurat. Pentingnya peran FKTP dikarenakan antara lain FKTP sebagai kontrak pertama dari peserta untuk kebutuhan kesehatannya, FKTP mampu mengelola status Kesehatan peserta agar terpelihara optimal dan berkelanjutan, FKTP bisa melakukan koordinasi dengan mengoptimalkan komunikasi dan Kerjasama dengan Fasilitas Kesehatan Rawat Tingkat Lanjut (FKRTL) sehingga rujukan dapat terkontrol, dan FKTP dapat melakukan penatalaksanaan Kesehatan peserta secara komprehensif mengangkut promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Hingga saat ini cakupan kepesertaan Program Jaminan Kesehatan hingga Maret 2022 sebanyak 235,29 juta jiwa atau 86,59% dari total jumlah penduduk. Hingga Maret 2022 pula Kemitraan BPJS Kesehatan dengan FKTP adalah sebanyak 23.346 FKTP atau bisa kita sebut klinik baik itu Klinik Utama, klinik pratama rawat jalan maupun rawat inap. Jauh lebih banyak daripada FKRTL yang hingga Maret 2022 tercatat sebanyak 2.810 FKRTL atau bisa kita sebut Rumah Sakit baik itu tipe A, B, C, maupun D. Dari sisi proporsi biaya pelayanan kesehatan dari tahun 2018-2022 hanya sebanyak 16% biaya pelayanan kesehatan dihabiskan untuk FKTP berbanding dengan 84% biaya pelayanan rujukan yang dibayarkan BPJS kepada FKRTL. Hal ini dikarenakan biaya penyakit berdampak katastropik (penyakit jantung, stroke dan kanker) terus meningkat berkisar 25-31% dari total biaya pelayanan Kesehatan.S
Di sinilah pentingnya peran FKTP dalam fungsi promotif dan preventif untuk mencegah peningkatan proporsi penyakit-penyakit katastropik yang sangat membebani biaya pelayanan kesehatan dan otomatis pola kemitraan FKTP dan BPJS menjadi hal yang sangat strategis untuk terus dikembangkan melalui : perluasan kerjasama fasilitas kesehatan untuk meningkatkan akses pelayanan, pengembangan sistem pembayaran berbasis kinerja, mengintensifkan promotif, preventif melalui edukasi dan penguatan skrining kesehatan melalui program pengendalian penyakit kronis (Prolanis), serta pengembangan dan optimalisasi pemanfaatan digitalisasi pelayanan kesehatan (telekonsultasi, antrian online dan telemedicine).
Pelayanan kesehatan yang tepat tidak hanya memberi manfaat bagi pasien namun juga kepada FKTP. Misalnya klinik swasta, suatu klinik bisa memperoleh keuntungan dari kapitasi atau sistem pembiayaan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dibayarkan BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan primer.
Bagi BPJS sendiri kemitraan yang solid dan koordinatif dengan FKTP akan sangat menguntungkan dikarenakan bisa mengembalikan diagnosis yang memang seharusnya bisa diselesaikan di FKTP tanpa perlu ke rumah sakit. Misalnya penyakit hipertensi terkendali yang bisa diselesaikan di klinik.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menginisiasi adanya transformasi di bidang kesehatan. Ia telah menetapkan ada 6 jenis transformasi yang akan dilakukan, yakni transformasi Layanan Primer, Layanan Rujukan, Sistem Ketahanan Kesehatan, Sistem Pembiayaan Kesehatan, SDM Kesehatan, dan Teknologi Kesehatan.
“Enam transformasi pertama adalah layanan primer ini yang paling penting di promotif preventif, yang kedua adalah transformasi layanan rujukan rumah sakit, ketiga transformasi sistem ketahanan kesehatan ini kalau ada pandemi lagi supaya kita lebih siap dari sisi obat-obatan, alat-alat kesehatan, tenaga kesehatan cadangan itu masuk ke sana, termasuk surveilan terhadap penyakit menular kita ingin pastikan baik lokal, nasional, maupun regional itu harus siap,” kata Menkes BGS pada video conference, Jumat (27/5).
Menkes Budi melanjutkan transformasi keempat adalah transformasi sistem Pembiayaan Kesehatan. Hal ini sebagian besar ada di BPJS, namun ada juga asuransi swasta dan harus dipastikan bahwa ini sustainable. Transformasi kelima adalah SDM Kesehatan dan keenam adalah transformasi Teknologi Kesehatan, ini terkait teknologi informasi dan bioteknologi. Kemudian yang akan dilakukan terkait transformasi pembiayaan kesehatan adalah melakukan transparansi dan perhitungan yang bagus. Hal itu untuk menghindari terjadinya masalah antara penyedia jasa dan yang membayar jasa terkait.
Faktor yang lebih urgen di negeri ini adalah segera menyesuaikan alokasi anggaran kesehatannya agar mengacu kepada yg disyaratkan oleh WHO, yaitu minimal 15 % dari APBN jika ingin derajat kesehatan masyarakat memenuhi standar minimal, bukan hanya 5 % dari APBN yg itupun baru terlaksana sejak tahun 2016, yang mana sebetul nya sama saja persentasenya dg puluhan tahun sebelum nya yaitu sekitar 2- 3 % dari APBN krn dlm yg 5 % itu ada 25 % nya utk BPJS.
BPJS juga selaku operator utama sistem Jaminan Kesehatan Nasional urgen untuk dapat alokasi anggaran tersendiri, bukan bagian dari anggaran kementrian sektoral yaitu Kementerian Kesehatan yg 5 % dari APBN tersebut.
Karena itu dapat kita pahami mengapa neraca keuangan BPJS berdarah-darah pada thn 2018 bukan lah karena harus membayar klaim dokter yg praktek di tiga tempat sekaligus. Hal tersebut memang dikarenakan alokasi anggaran nya sangat minim tetapi BPJS ditugaskan untuk jadi juru bayar biaya pelayanan kesehatan seluruh rakyat di negeri ini yang berpopulasi 274 juta jiwa.
Semoga para pengambil dan pembuat kebijakan kesehatan di negeri ini memiliki “political will” agar alokasi anggaran kesehatan di negeri ini mau dan bisa mengikuti standar yg sudah di buat oleh WHO yaitu di butuhkan minimal alokasi anggaran kesehatan minimal 15 % dari APBN untuk mencapai standar kesehatan masyarakat yang baik.
Dengan anggaran yang cukup maka kemitraan BPJS selaku pelaksana utama system JKN akan lebih leluasa dan lebih solid dengan para stakeholder terutama FKTP dalam melaksanakan program-program yang tidak hanya kuratif dan rehabilitatif tapi lebih pada penekanan promotif dan preventif (yang bisa mencegah penyakit-penyakit katastropik yang berbiaya tinggi) sehingga dapat meningkatkan status kesehatan masyarakat di tanah air yang ujungnya akan meningkatkan kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Peranan Kemitraan FKTP dan BPJS dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional
Setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur. Jaminan Sosial adalah suatu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia. Atas dasar pertimbangan tersebut di atas, perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Dasar hukum undang-undang ini adalah Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang ini antara lain mengatur mengenai penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun, jaminan hari tua, dan jaminan kematian bagi seluruh penduduk melalui iuran wajib pekerja.
Program-program jaminan sosial tersebut diselenggarakan oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam Undang-Undang ini adalah transformasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang sekarang telah berjalan.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial Bidang Kesehatan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jamina Kesehatan dengan Prinsip Managed Care, yaitu pengintegrasian konsep Pelayanan Kesehatan (healthcare delivery) dan konsep Pembiayaan Kesehatan (financing of healthcare) menjadi satu system untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu dengan biaya optimal.
Sistem Pelayanan Kesehatan dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional
Elemen Managed Care antara lain meliputi seleksi provider (Quality Assurance), Pelayanan komprehensif (penekanan pada promotive dan preventif), Referral System (gate keeper concept), Prospective Payment System, selected drug, Utilitation Review
Berdasar UU Nomor 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Perpres 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan menerangkan bahwa manfaat jaminan Kesehatan perseorangan mencakup pelayanan promotive, preventif, kuratif dan rehabilitatative.
Dalam hal ini BPJS Kesehatan sesuai dengan UU nomor 24 tahun 2011 bertugas untuk melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta, memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja, menerima bantuan iuran dari pemerintah, mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta, mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial, membayarkan manfaat dan atau membiayai pelayanan Kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial, dan memberikan informasi mengenai penyelenggaraan jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat luas.
Kemitraan BPJS Kesehatan dengan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Pelayanan Kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai indikasi medis dan kompetensi fasilitas Kesehatan dimulai dari FKTP, kecuali dalam kondisi gawat darurat.
Pentingnya peran FKTP dikarenakan antara lain FKTP sebagai kontrak pertama dari peserta untuk kebutuhan kesehatannya, FKTP mampu mengelola status Kesehatan peserta agar terpelihara optimal dan berkelanjutan, FKTP bisa melakukan koordinasi dengan mengoptimalkan komunikasi dan Kerjasama dengan Fasilitas Kesehatan Rawat Tingkat Lanjut (FKRTL) sehingga rujukan dapat terkontrol, dan FKTP dapat melakukan penatalaksanaan Kesehatan peserta secara komprehensif mengangkut promotive, preventive, kuratif dan rehabilitative.
Hingga saat ini cakupan kepesertaan Program Jaminan Kesehatan hingga Maret 2022 sebanyak 235,29 juta jiwa atau 86,59% dari total jumlah penduduk. Hingga Maret 2022 pula Kemitraan BPJS Kesehatan dengan FKTP adalah sebanyak 23.346 FKTP atau bisa kita sebut klinik baik itu Klinik Utama, klinik pratama rawat jalan maupun rawat inap. Jauh lebih banyak daripada FKRTL yang hingga Maret 2022 tercatat sebanyak 2.810 FKRTL atau bisa kita sebut Rumah Sakit baik itu tipe A, B, C, maupun D.
Dari sisi proporsi biaya pelayanan Kesehatan dari tahun 2018-2022 hanya sebanyak 16% biaya pelayanan Kesehatan dihabiskan untuk FKTP berbanding dengan 84% biaya pelayanan rujukan yang dibayarkan BPJS kepada FKRTL. Hal ini dikarenakan biaya penyakit berdampak katastropik (penyakit jantung, stroke dan kanker) terus meningkat berkisar 25-31% dari total biaya pelayanan Kesehatan
Di sinilah pentingnya peran FKTP dalam fungsi promotive dan preventif untuk mencegah peningkatan proporsi penyakit-penyakit katastropik yang sangat membebani biaya pelayanan Kesehatan dan otomatis Kemitraan FKTP dan BPJS menjadi hal yang sangat strategis untuk terus dikembangkan melalui : perluasan Kerjasama fasilitas Kesehatan untuk meningkatkan akses pelayanan, pengembangan system pembayaran berbasis kinerja, mengintensifkan promotive, preventive melalui edukasi dan penguatan skrining Kesehatan melalui program pengendalian penyakit kronis (Prolanis), serta pengembangan dan optimalisasi pemanfaatan digitalisasi pelayanan Kesehatan (telekonsultasi, antrian online dan telemedicine)
Pelayanan kesehatan yang tepat tak hanya memberi manfaat bagi pasien tapi juga kepada FKTP misalnya klinik swasta. Klinik bisa memperoleh keuntungan dari kapitasi atau sistem pembiayaan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dibayarkan BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan primer.
Bagi BPJS sendiri kemitraan yang solid dan koordinatif dengan FKTP akan sangat menguntungkan dikarenakan bisa mengembalikan diagnosis yang memang seharusnya bisa diselesaikan di FKTP tanpa perlu ke rumah sakit. Misalnya penyakit hipertensi terkendali yang bisa diselesaikan di klinik.
Pembiayaan Kesehatan Nasional
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menginisiasi adanya transformasi di bidang kesehatan. Ia telah menetapkan ada 6 jenis transformasi yang akan dilakukan, yakni transformasi Layanan Primer, Layanan Rujukan, Sistem Ketahanan Kesehatan, Sistem Pembiayaan Kesehatan, SDM Kesehatan, dan Teknologi Kesehatan.
“enam transformasi pertama adalah layanan primer ini yang paling penting di promotif preventif, yang kedua adalah transformasi layanan rujukan rumah sakit, ketiga transformasi sistem ketahanan kesehatan ini kalau ada pandemi lagi supaya kita lebih siap dari sisi obat-obatan, alat-alat kesehatan, tenaga kesehatan cadangan itu masuk ke sana, termasuk surveilan terhadap penyakit menular kita ingin pastikan baik lokal, nasional, maupun regional itu harus siap,” kata Menkes BGS pada video conference, Jumat (27/5).
Menkes Budi melanjutkan transformasi keempat adalah transformasi sistem Pembiayaan Kesehatan. Hal ini sebagian besar ada di BPJS, namun ada juga asuransi swasta dan harus dipastikan bahwa ini sustainable. Transformasi kelima adalah SDM Kesehatan dan keenam adalah transformasi Teknologi Kesehatan, ini terkait teknologi informasi dan bioteknologi.
Yang akan dilakukan terkait transformasi pembiayaan kesehatan adalah melakukan transparansi dan perhitungan yang bagus. Hal itu untuk menghindari terjadinya masalah antara penyedia jasa dan yang membayar jasa.
Problematika Anggaran
Yang lebih urgen di negeri ini adalah segera menyesuaikan alokasi anggaran kesehatannya agar mengacu kepada yg disyaratkan oleh WHO, yaitu minimal 15 % dari APBN jika ingin derajat kesehatan masyarakat memenuhi standar minimal, bukan hanya 5 % dari APBN yg itupun baru terlaksana sejak tahun 2016, yang mana sebetul nya sama saja persentasenya dg puluhan tahun sebelum nya yaitu sekitar 2- 3 % dari APBN krn dlm yg 5 % itu ada 25 % nya utk BPJS.
BPJS juga selaku operator utama system Jaminan Kesehatan Nasional urgen utk dpt alokasi anggaran tersendiri, bukan bagian dari anggaran kementrian sektoral yaitu Kementerian Kesehatan yg 5 % dari APBN itu. Karena itu dapat kita pahami mengapa neraca keuangan BPJS berdarah-darah pada thn 2018 bukan lah krn hrs membayar klaim dokter yg praktek di 3 tempat , tapi memang krn alokasi anggaran nya sangat minim tapi ditugaskan utk jadi juru bayar biaya pelayanan kesehatan seluruh rakyat di negeri ini yg berpopulasi 274 juta jiwa
Semoga para pengambil dan pembuat kebijakan kesehatan di negeri ini punya “political will” agar alokasi anggaran kesehatan di negeri ini mau dan bisa mengikuti standar yg sudah di buat oleh WHO yaitu di butuhkan minimal alokasi anggaran kesehatan minimal 15 % dari APBN untuk mencapai standar kesehatan masyarakat yang baik
Dengan anggaran yang cukup maka kemitraan BPJS selaku pelaksana utama system JKN akan lebih leluasa dan lebih solid dengan para stakeholder terutama FKTP dalam melaksanakan program-program yang tidak hanya kurativ dan rehabilitative tapi lebih pada penekanan promotive dan preventif (yang bisa mencegah penyakit-penyakit katastropik yang berbiaya tinggi) sehingga dapat meningkatkan status Kesehatan masyarakat di tanah air yang ujungnya akan meningkatkan kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali,tutupnya.
Penulis : Johny David Mokodompis, Novaldi Rahmat Kurniawan, Wawan Sujatmiko, Yustian Amri adi Panggabean, Redy Harya Putra, Siti Rofiah. ” “UNIVERSITAS PARAMADINA”